Oleh : M. Ichsan Amir Mujahid
A. HAKIKAT DAN PENGERTIAN PELAYANAN PRIMA
Secara sederhana, pelayanan prima (excellent service) adalah suatu pelayanan yang terbaik dalam memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan. Dengan kata lain, pelayanan prima merupakan suatu pelayanan yang memenuhi standar kualitas. Pelayanan yang memenuhi standar kualitas adalah suatu pelayanan yang sesuai dengan harapan dan kepuasan pelanggan/masyarakat.
Dalam pelayanan prima terdapat dua elemen yang saling berkaitan, yaitu pelayanan dan kualitas. Kedua elemen tersebut sangat penting untuk diperhatikan oleh tenaga pelayanan (penjual, pedagang, pelayan, atau salesman). Konsep pelayanan prima dapat diterapkan pada berbagai organisasi, instansi, pemerintah, ataupun perusahaan bisnis.
Terdapat beberapa definisi tentang kualitas pelayanan yang dikemukakan oleh para ahli. Dan dari sejumlah definisi tersebut terdapat beberapa kesamaan, yaitu:
1. | Kualitas merupakan usaha untuk memenuhi harapan pelanggan |
2. | Kualitas merupakan kondisi mutu yang setiap saat mengalami perubahan |
3. | Kualitas itu mencakup proses, produk, barang, jasa, manusia, dan lingkungan |
4. | Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. |
B. SEJARAH PERKEMBANGAN PELAYANAN PRIMA
Menurut Garvin dalam bukunya, Managing Quality, menyebutkan bahwa konsep dan pendekatan kualitas mengalami tahap-tahap perkembangan, antara lain pendekatan inspeksi, pengendalian kualitas statistikal, jaminan kualitas, dan manajemen kualitas strategis.
Tahapan perkembangan kualitas tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Pendekatan inspeksi
Dalam era ini inspeksi atau pengawasan terhadap produk dilakukan secara langsung dan dibandingkan dengan standar yang seragam. Pada waktu itu kualitas dipandang sebagai fungsi manajemen tersendiri.
2. Pendekatan statistikal
Gerakan penilaian kualitas yang menggunakan pendekatan ilmiah untuk pertama kalinya berlangsung pada tahun 1931, yaitu dengan dipublikasikannya hasil karya W.A. Shewhart, seorang peneliti kualitas dari Bell Telephone Laboratories.Ia menyebutkan bahwa variabilitas merupakan suatu kenyataan dalam industri dan hal ini dapat dipahami dengan menggunakan prinsip probabilitas dan statistik.
3. Pendekatan jaminan kualitas
Dalam era ini terdapat pengembangan empat konsep baru yang penting, yaitu biaya kualitas, pengendalian kualitas terpadu (total quality control), reliability engineering, dan zero defect.
Biaya kualitas adalah istilah yang diciptakan oleh Yoseph Juran untuk menjawab pertanyaan “seberapa besar kualitas dirasa cukup?”.
Implikasi pandangan Juran ini adalah bahwa pengeluaran tambahan untuk perbaikan kualitas dapat dijustifikasi selama biaya kegagalan masih tinggi.
Total Quality Control (TQC) merupakan hasil pemikiran Armand Feigenbaum yang dikemukakannya pada tahun 1965. Menurut pendapatnya bahwa pengendalian dimulai dari perancangan produk dan berakhir jika produk telah sampai ke tangan pelanggan yang puas. Prinsip utamanya adalah "quality is every body’s job".
Ia menyatakan bahwa kegiatan kualitas dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu:
a. | Pengendalian rancangan baru | |
b. | Pengendalian bahan baku yang baru datang | |
c. | Pengendalian produk |
Reability engineering muncul pada tahun 1950-an, yang didorong oleh kebutuhan Angkatan Bersenjata Amerika (US ARMY) untuk memiliki peralatan elektronik dan senjata udara yang dapat diandalkan, bekerjadengan baik, serta menghindari kebutuhan untuk penggantian suku cadang yang mahal.
Era ketiga konsep manajemen kualitas ini menandai titik-balik yang menentukan. Konsep ini menaruh perhatian utama pada pelanggan dan inisiatif karyawan sebagai masukan penting bagi program peningkatan kualitas. Gerakan manajemen kualitas dengan penekanan pada pelanggan muncul hampir bersamaan dengan pemikiran dan konsep baru tentang manajemen sumber daya manusia, konsep ini mendorong manajer (pimpinan) untuk menawarkan wewenang yang lebih besar kepada karyawan, seperti strategi zero defects yang berfokus pada motivasi dan inisiatif karyawan.
4. Pendekatan manajemen kualitas strategis
Untuk memberikan gambaran tentang pendekatan manajemen kualitas strategis, berikut ini akan dikemukan pengalaman-pengalaman perusahaan Jepang dan perusahaan Amerika dan Eropa.
Pengalaman perusahaan Jepang
Beberapa inovasi dilakukan oleh para ahli Jepang, seperti Diagram Sebab-Akibat hasil pemikiran Kooru Ishikawa (1952), gugus kendali mutu (1962), company wide quality control (1968), dan quality function deployment (1972).
Gugus kendali mutu terdiri dari kelompok-kelompok kecil karyawan yang dilatih keterampilan dalam menangani kualitas. Mereka didorong untuk mengambil inisiatif dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalahserta mengusulkan perbaikan pada manajemen.
Company wide quality control pada dasarnya merupakan perluasan dari ide TQC yang dikemukakan oleh Feingenbaum. Adapun komponennya adalah sebagai berikut.
a. | Keterlibatan semua fungsi dan bidang dalam peningkatan kualitas pelayanan | |
b. | Keterlibatan semua level dan manajemen puncak sampai karyawan front-line dalam memperhatikan kualitas pelayanan | |
c. | Filosofi perbaikan kualitas secara berkesinambungan | |
d. | Orientasi pada pelanggan karena kualitas ditentukan dari sudut pandang pelanggan atau masyarakat |
Pengalaman perusahaan Amerika dan Eropa
Menjelang awal tahun 1980-an perusahaan-perusahaan di kawasan Amerika dan Eropa mulai menyadari pentingnya peranan strategis kualitas yang telah diadopsi jepang selama lebih dari satu dekade sebelumnya.
Sedikitnya ada tiga buku yang mendapat perhatian dan minat ahli manajemen terhadap kualitas selama dekade 1980-an.
Yang pertama adalah buku yang berjudul Quality is Free (1979) karya Philip Crosby, in Search of Excellence(1982) karya Tom Peters dan Robert Waterman. Dan Managing Quality (1988) karangan David Garvin.
5. Obsesi kualitas menyeluruh
Pada bulan Agustus 1987 Kongres Amerika memberikan penghargaan Malcolm Balrige National Award kepada kedua perusahaan pada setiap kategori: manufaktur, jasa, dan usaha kecil. Sasaran utama penghargaan tersebut adalah untuk meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya kualitas.
Hal yang mendasari era kelima ini adalah konsep kualitas absolut dan zero defect yang juga disebut kualitas (total quality). Jalan satu-satunya untuk mencapai keabsolutan tersebut adalah Total Quality Control (TQC) yang didorong oleh Total Quality Management(TQM).
C. PENGERTIAN PELANGGAN
Pelanggan atau pemakai suatu produk adalah orang-orang yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan-perusahaan bisnis. Adapun pihak-pihak yang berhubungan dan bernegosiasi dengan perusahaan-perusahaan bisnis sebelum tahap menghasilkan produk dinamakan pemasok (supplier).
Dilihat dari segi perbaikan kualitas, definisi pelanggan adalah setiap orang yang menuntut pemberian jasa (perusahaan) untuk memenuhi suatu standar kualitas pelayanan tertentu, sehingga dapat memberi pengaruh pada performansi (performance) pemberi jasa (perusahaan) tersebut.
Secara garis besarnya terdapat tiga jenis pelanggan, yaitu pelanggan internal, pelanggan perantara, dan pelanggan eksternal. Ketiga jenis pelanggan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Pelanggan internal
Pelanggan internal (internal costumer), adalah orang-orang atau pengguna produk yang berada di dalam perusahaan dab memiliki pengaruh terhadap maju mundurnya perusahaan.
Berdasarkan keanggotaannya, pelanggan internal ada dua macam, yaitu:
a. | Pelanggan internal organisasi | |
Setiap orang yang terkena dampak produk dan merupakan anggota dari organisasi yang menghasilkan produk tersebut | ||
b. | Pelanggan internal pemerintah | |
setiap orang yang terkena dampak produk dan bukan anggota organisasi penghasil produk, tetapi masih dalam lingkungan atau instansi pemerintah |
2. Pelanggan perantara
Pelanggan perantara (intermediate costumer)adalah setiap orang yang berperan sebagai perantara produk, bukan sebagai pemakai. Komponen distributor, seperti agen-agen Koran yang memasarkan Koran, atau toko-toko buku merupakan contoh pelanggan perantara.
3. Pelanggan eksternal
Pelanggan eksternal (external costumer), adalah setiap orang atau kelompok orang pengguna suatu produk (barang/jasa) yang dihasilkan oleh perusahaan bisnis. Pelanggan eksternal inilah yang berperan sebagai pelanggan nyata atau pelanggan akhir.
D. JENIS-JENIS HARAPAN/KEBUTUHAN PELANGGAN
Penerapan pelayanan prima yang dapat memberikan kepuasan kepada kolega dan pelanggan pada dasarnya mempunyai manfaat sebagai berikut.
1. | Dapat menciptakan komunikasi yang positif dan harmonis antara perusahaan bisnis dengan kolega dan pelanggan |
2. | Dapat mendorong bangkitnya rasa simpatik dan loyalitas dari para kolega dan pelanggan |
3. | Dapat membentuk opini publik yang positif, sehingga hal ini dapat menguntungkan bagi kemajuan perusahaan |
4. | Dapat meningkatkan omzet penjualan dan keuntungan perusahaan, sehingga mendorong dihasilkannya produk baru yang berkualitas |
5. | Dapat membina hubungan yang baik dan harmonis dengan para kolega dan pelanggan |
Tujuan utama dari pelayanan prima adalah untuk memenuhi kepuasan pelanggan. Tentang pengertian kepuasan terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli di antaranya adalah seperti berikut ini.
1. Menurut Wikie
Kepuasan pelanggan adalah suatu tanggapan emosional pelanggan terhadap pengalamannya setelah mengkonsumsi suatu produk/jasa.
2. Menurut Engel
Evaluasi purna-beli terhadap terhadap alternatif produk yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidak-puasan timbul jika hasil (out-come) tidak sesuai dengan harapan.
3. Menurut Kotler
Tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan produk dan kinerja yang ia rasakan dengan kebutuhan dan harapannya.
Secara garis besarnya terdapat tiga tingkatan harapan pelanggan terhadap kualitas pelayanan, yaitu asumsi, spesifikasi, dan kesenangan.
1. Asumsi
Harapan pelanggan pada tingkat pertama berwujud asumsi.
2. Spesifikasi
Kepuasan yang dicerminkan oleh pemenuhan standar pelayanan.
3. Kesenangan
Harapan pelanggan berupa kesenangan.
E. PELAYANAN PRIMA BERDASARKAN A3
Salah satu cara dalam menciptakan dan mempertahankan hubungan yang baik dan harmonis dengan para kolega dan pelanggan adalah dengan melakukan konsep pelayanan prima berdasarkan A3 (attitude, attention, dan action). Pelayanan prima berdasarkan konsep A3, artinya pelayanan yang diberikan kepada pelanggan dengan menggunakan pendekatan sikap(attitude), perhatian (attention), dan tindakan (action).
Dr. W. Edwards Deming, seorang ahli manajemen yang dijuluki Bapak TQM, mengembangkan konsep Siklus Deming, atau disebut juga Siklus PDSA (Plan, Do, Study and Act). Konsep Siklus Deming tentang peningkatan mutu pelayanan dilakukan melalui langkah-langkah berikut ini.
1. Plan (Perencanaan)
Rencana perbaikan kualitas pelayanan mencakup (empat) langkah, yaitu:
a. | Identifikasi peluang perbaikan | |
b. | Dokumentasi proses yang ada pada saat ini | |
c. | Menciptakan visi proses yang perlu perbaikan | |
d. | Menentukan jangkauan usaha perbaikan |
2. Do (Pelaksanaan)
Rencana yang telah disusun dilaksanakan secara nyata, bertahap, dan berkesinambungan.
3. Study (Evaluasi)
Hasil pelaksanaan program kemudian dievaluasi, diperiksa, dicatat, untuk dijadikan dasar penyesuaian dan perbaikan.
3. Act (Pemeriksaan)
Penyesuaian dan perbaikan dilaksanakan berdasarkan hasil penelitian. Langkah selanjutnya adalah mengulangi siklus rencana perbaikan berikutnya.
Menurut Stamatisada tiga dimensi pokok yang berkaitan dengan TQS, yaitu strategi, sistem, dan SDM. Ketiga hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
- | Strategi | |
dimensi penggunaan pendekatan dan metode yang dianggap paling efektif dalam mencapai tujuan organisasi dalam meningkatkan mutu pelayanan | ||
- | Sistem | |
prosedur atau tata cara yang dirancang untuk mendorong dalam meningkatkan mutu pelayanan | ||
- | ||
tenaga kerja, pegawai atau karyawan yang memiliki kapasitas responsif terhadap peningkatan mutu pelayanan |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar