Guru Sedang Mengajar |
Guru senantiasa memberikan yang terbaik kepada siswa-siswinya. Tak bisa diberi alasan apapun, sejak dulu guru menginginkan hal demikian. Jika ada yang menyanggah, lihatkan sekeliling dan bagaimana tindakan guru terhadap siswa-siswi. Guru memberikan yang terbaik kepada siswa karena guru paham betul bagaimana tabiat seorang siswa yang berada dalam cengkramannya. Guru tidak pernah menginginkan siswanya menuju jalan yang salah. Satu saja langkah siswa yang membuat guru keberatan maka sebuah teguran akan di ingat sepanjang masa.
Apakah ini termasuk dalam sebuah pembelaan dari seorang guru? Jika Anda berpikir demikian, bagaimana mungkin Anda bisa membedakan baik dan tidak baik sebelum adanya seorang guru dalam hidup Anda.
Barangkali, isu ini terlalu "cemen" untuk dibicarakan. Namun sebuah filosofi yang berkembang patut diapresiasikan. Perkataan ini; Guru Kencing Berdiri, Anak Kencing Berlari! Tak lain sebuah tindakan, sebuah sikap, yang di ambil siswa dari guru.
Pendidikan yang berlangsung selama ini mengajarkan semua yang wajar menjadi benar-benar nyata dalam diri seorang anak. Guru mengajar tidak hanya sebatas memberi pelajaran untuk mengejar nilai kognitif semata namun nilai afektif dan psikomotor justru menjadi tolak ukur keberhasilan seorang guru. Sayangnya, guru di masa kini terlanjur mudah dijerat dalam isu Hak Asasi Manusia (HAM) yang diagung-agungkan oleh mereka yang justru diajarkan "abjad" oleh seorang guru. Begitu mudah guru di somasi oleh orang tua yang dulunya juga diajarkan bagaimana cara "berumah tangga" dengan baik. Bahkan pengadilan yang menjatuhkan hukuman kepada guru adalah mereka yang mendapatkan gelar sarjana hukum karena "didikan" seorang guru.
Si tokoh bernama HAM ini mengubah perilaku seorang siswa ke arah yang "semau gue" karena kebijakan ini dan itu lebih menyudutkan guru sebagai orang yang dituakan. Guru duduk di bangku pesakitan menerima hukuman karena melanggar kode etik tak tertulis. Siswa dan orang tua yang melapor tertawa terbahak-bahak karena merasa telah benar. Padahal, nasib siswa yang melakukan tindakan tersebut justru berada di ujung tanduk. Siswa akan mengubah haluan menjadi anak yang bandel-sebandelnya karena mendapat pembelaan dari orang tua. Sedikit saja mendapat sentilan dari guru maka anak akan melapor. Cubitan dari guru memerah anak akan menuntut balik kelakuan tersebut. Pernahkah kita – siapapun yang merasa benar ini – melihat perubahan kognitif, afektif sampai psikomotor dari anak tersebut?
Jangan-jangan si anak malah "bolos" tiap jam pelajaran.
Jangan-jangan si anak tidur saja di dalam kelas. Jangan-jangan si anak tak pernah mengejarkan tugas. Tak pernah mau melakukan apa yang diminta guru (kurikulum). Tak pernah diam dan selalu menganggu teman. Ranah ini, orang tua tak pernah tahu. Perkara ini adalah rahasia seorang guru yang hanya akan di simpan sampai akhir hayat!
Anak yang manja berada di dalam kelompok "suka-suka akulah"di dalam kelas. Berbeda dengan anak-anak berprestasi yang "memaksa" guru untuk membantu mereka menyelesaikan soal ini dan itu. Berangkat dari sini jelas sekali bahwa siapa yang tidak menurut dan membangkang kepada guru. Orang tua di mana pun berada bisa melihat perkembangan ini. Anak yang berprestasi hanya akan mendapat undangan dari sekolah perihal pengambilan raport atau izin ikut olimpiade dan sejenisnya. Anak yang manja dan berada di bangku belakang kelas, sudah tak bernomor lagi surat dari sekolah dalam rangka mengundang orang tua untuk menerima ocehan guru mengenai anaknya.
Pengabdian Kepada Guru |
Perilaku yang bergeser tersebut menjadikan anak tidak lagi patuh kepada guru. Kita semua pernah berada di tempat yang sama dengan siswa saat ini. Lihatlah bagaimana hormatnya orang terdahulu kepada guru-guru mereka. Bertemu di jalan akan diberi salam dan tunduk hormat. Berjalan di belakang tak melalui. Sedangkan anak-anak sekarang, bahkan lebih sering memalingkan wajah mereka begitu melihat guru!
Lantas, mau dibawa ke mana generasi kini jika sudah begini?
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Sumber : Kaskus.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar